Google pics |
lalu dengan cepat Pak Kumbang menghampiri petugas tersebut dan dengan nada emosi ia menyatakan keberatan atas pengiriman surat teguran pelaporan SPT Tahunan yang dikirim ke rumahnya via pos. “Saya ini setiap tahun bayar pajak mobil, Mas. Kenapa masih dapat surat teguran lagi?” protes Pak Kumbang. dengan ramah mas Kumambang memperkenalkan diri "Perkenalkan Pak saya Mas Kumambang ada yang bisa saya bantu?" sapanya ramah. dengan sedikit melotot Pak Kumbang berbicara " Ini lho mas, setiap tahun saya sudah membayar pajak mobil, tapi apa ini kok saya masih saja ditegur belum membayar pajak" lalu dengan ramah Mas Kumambang menerangkan “Ohh mohon maaf Bapak, kalo yang ini adalah surat teguran untuk pelaporan SPT Tahunan Tahun 2009, Bapak. Apakah Bapak sudah melaporkan SPT Tahunan tahun 2009 atas pendapatan Bapak atau belum? Kalau tahun 2009 Bapak memang sudah melaporkan SPT Tahunan, Bapak akan saya hubungkan dengan AR (Account Representative) Bapak, dengan menunjukkan tanda terima berkas SPT Tahunan 2009 atas nama Bapak.” kata Mas Kumambang menjelaskan dengan tersenyum ringan. “Saya ini selalu bayar pajak mobil, Mas, tapi kenapa masih harus disuruh bayar pajak lagi tho?” protes Pak Kumbang dengan mata melotot penuh dengan kebencian. Tampaknya Pak Kumbang sudah mulai emosi, lalu ia berusaha meyakinkan para petugas lain yang kebetulan sudah mulai datang, bahwa ia bersikukuh sudah membayar pajak mobil dan tidak perlu mendapat kiriman surat teguran seperti yang ia terima. “Mohon maaf Bapak, Pajak mobil dan pajak penghasilan itu berbeda, Pak, dan mengenai surat teguran ini dikarenakan Bapak belum melaporkan SPT Tahunan atas penghasilan Bapak, dan perlu saya jelaskan bahwa melaporankan SPT Tahunan, belum tentu Bapak diminta untuk membayar pajak lagi jika penghasilan Bapak di bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).” masih dengan nada tinggi Pak Kumbang sedikit berteriak “Udah bayar pajak mobil kok disuruh bayar lagi?” gerutu Pak Kumbang tersebut masih dengan nada emosi karena masih merasa belum terima, tapi kemudian Pak Kumbang memilih untuk duduk di kursi di depan televisi, mungkin bermaksud menyusun strategi untuk berbicara dengan petugas TPT lain atau sekedar menurunkan emosinya. setelah merasa cukup tenang, Pak Kumbang bangkit dari tempat duduknya dan kali ini dia menghampiri petugas disebelahnya di bagian helpdesk yang kebetulan hari itu jadwalnya Ibu Kantil yang seorang Account Reprsentative. Selamat pagi mbak, saya mau mengajukan protes ini, “Kok kena pajak lagi tho mbak saya, padahal tiap tahun saya sudah membayar pajak mobil lho?” protes Pak Kumbang itu lagi, mungkin Pak Kumbang tersebut masih merasa belum mendapat jawaban yang ia inginkan. dengan ramah Ibu Kantil memperkenalkan diri dan mempersilahkan duduk Pak Kumbang, "selamat pagi Pak, perkenalkan saya Kantil, ada yang dapat saya bantu, dan silahkan duduk dahulu Bapak" kemudian Ibu Kantil meminjam berkas yang disodorkan oleh Pak Kumbang. “Ohh ini Bapak permasalahannya, Bapak, untuk pajak mobil dan pajak penghasilan mempunyai objek pajak yang berbeda Bapak. Jenis pajaknya pun berbeda. Betul, Bapak memang sudah membayar pajak mobil, tetapi pajak mobil itu termasuk pajak kendaraan bermotor yang merupakan pajak daerah, Pak, sedangkan surat teguran yang Bapak terima itu, bukan untuk menegur pajak kendaraan bermotor milik Bapak. namun surat teguran ini adalah untuk menegur pajak penghasilan atas pendapatan yang Bapak terima setiap tahunnya. Dan pajak penghasilan itu termasuk pajak pemerintah pusat.” terang Ibu Kantil dengan ramah dan sabar. Namun tampaknya Pak Kumbang tersebut tetap tidak peduli dengan penjelasan Ibu Kantil tersebut. “Apa-apa kok dikenai pajak!” kata Pak Kumbang tersebut meninggalkan meja meja helpdesk.
kejadian-kejadian seperti ini sangat banyak terjadi dan mungkin sudah menjadi makanan sehari-hari para petugas Frontliner di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). banyak Wajib Pajak mendatangi loket TPT (Tempat Pelayanan Terpadu) dengan membawa emosi yang mereka bawa sejak meninggalkan rumah dan berangkat menuju KPP, Alasannya bisa bermacam-macam, ada yang merasa tidak terima, ada yang merasa tidak seharusnya dikenai pajak, ada yang merasa bukan Wajib Pajak, dan lain sebagainya. Namun sebagian besar menjadi emosi karena mereka memiliki pemikiran bahwa ketika mereka bersentuhan dengan pajak itu berarti ada uang pajak yang harus mereka keluarkan dan bayarkan, sampai-sampai ada muncul kalimat serupa anekdot yang mengatakan bahwa “sebetulnya tidak ada orang yang ikhlas membayar pajak.” dan plesetan dari jargon pajak "Apa Kata Dunia, kalo Bayar Pajak dimakan petugasnya" hmm....Benarkah seperti itu? Silakan bertanya pada hati anda masing-masing. ...........
Kalau kita cermati sebenarnya ada benang merah yang bisa diambil terhadap para Wajib Pajak yang datang ke KPP dengan membawa emosi, lebih-lebih Wajib Pajak Orang Pribadi, karena ketika mereka datang ke kantor pajak, Wajib Pajak tersebut biasanya adalah masyarakat yang masih awam dengan perpajakan, dan pajak itu adalah sesuatu yang sangat memberatkan bagi mereka, mereka berpikiran jika berurusan dengan pajak maka akan berbelit, mengeluarkan uang banyak, susah, repot, kadang berpikiran juga takut akan diperas oleh petugas pajaknya, dan memang apabila sebelumnya Wajib Pajak belum pernah bersentuhan dengan pajak, maka sebuah hal-hal tersebut sangatlah wajar, jika masyarakat yang masih jarang berinteraksi dengan pajak tersebut datang ke KPP dengan persepsi masing-masing yang mereka bentuk sendiri sejak dari rumah. “Pajak adalah makhluk serupa momok yang sangat menakutkan dan menyeramkan sehingga sebisa mungkin dihindari dan dijauhi”, dan untuk membentenginya, mereka harus mempersiapkan muka sangar dan menyeramkan dari rumah agar ketika bertemu dengan "momok" tersebut mereka tidak kalah, dan apapun yang berhubungan oleh makhluk bernama “pajak” itu maka itu adalah salah dan masyarakat yang sudah terlanjur memiliki persepsi sendiri tentang pajak tersebut, mereka seolah “menutup mata dan telinga” pokoknya persepsi Wajib Pajaklah yang benar dan petugas pajak yang salah. Namun, ketika Wajib Pajak sudah mampu meninggalkan persepsi pribadinya tersebut, sejatinya akan lebih mudah bagi seorang Wajib Pajak menerima penjelasan dari petugas pajak atas permasalahan yang tengah dialaminya selama penjelasa tersebut jelas dan hal ini diperlukan para petugas-petugas frontliner yang handal dan mampu, sehingga para petugas frontliner dapat menjadi cerminan dari bentuk pelayanan yang akan diberikan oleh KPP kepada Wajib Pajak, karena meraka adalah para petugas pajak yang pertama kali dia temui untuk sekedar bertanya atau minta diberikan pelayanan, jadi tentulah para petugas frontliner yang akan mereka nilai, oleh sebab itu alangkah lebih bijaknya apabila petugas-petugas yang berada di depan atau (frontliner) diisi oleh petugas yang mempunyai 3K yaitu Kemampuan untuk menguasai materi dan petraturan-peraturan perpajakan yang baik, Kemampuan untuk Handing Complain (mengatasi setiap complain atau protes dari Wajib Pajak, sampai pada akhirnya Wajib Pajak tersebut puas dan pulang dengan persepsi yang baik tentang pajak). dan Kemampuan untuk dapat berkomunikasi yang baik. Namun apa yang terjadi selama ini petugas frontliner di KPP seperti asal di isi oleh petugas saja, yang belum tentu mempunyai 3K tadi, sehingga banyak terjadi protes dan keluhan dari para Wajib Pajak akan pelayanan yang kurang optimal.
Jadi mari kita semua bahu membahu untuk dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa kita sudah berubah dan siap memberikan yang terbaik bagi mereka, apapun yang terjadi dan dimanapun tempat dan kita bertugas, kita semua sebagai petugas pajak harus selalu siap untuk memberikan pelayanan serta memberikan citra yang baik dan positif kepada Wajib Pajak, karena tidak dapat kita pungkiri kita adalah "Pelayan Masyarakat" dan oleh karena itu apapun yang diminta oleh masayarakat harus kita berikan sebaik mungkin dengan tetap mematuhi peraturan yang berlaku dan koridor yang benar.
Jayalah DJP, Bangkitlah Negeriku
Agus Riyanto/Bidang P2 Humas Kanwil DJP Jawa Tengah II
0 komentar:
Posting Komentar