Kamis, 14 April 2011

Pada Kasus Arifinto, yang Salah Iwan Fals

gambar google
Kita tentu masih ingat lagunya Iwan Fals yang diperuntukan untuk para wakil rakyat. Surat Buat Wakil Rakyat. Wakil rakyat seharusnya merakyat jangan tidur kalau sidang soal rakyat. Mungkin karena memenuhi keinginan Iwan Fals, seorang legislator Arifinto berusaha mati-matian nggak tidur saat siding paripurna DPR. Jadi nonton video saja. Arifinto bahkan mengakui betapa jenuhnya, mengikuti sidang.
Dalam keseharian kita melihat para wakil rakyat kita yang konon terhormat itu hanya membuat kita mengelus dada. Bayangkan gaya hidup mereka, cara-cara mereka membuat pernyataan di media betul-betul membuat kita jengkel. Hari-hari terakhir kita disuguhi berita tentang ngototnya para wakil rakyat terus melanjutkan pembangunan gedung DPR. Tentu kita juga ingat seorang Pius Lustrilanang, wakil ketua BURT DPR yang berasal dari Partai Gerindra. Dengan berbagai alasan Pius Lustrilanang ikut bersuara lantang menyetujui diteruskannya pembangunan gedung DPR yang menelan biaya lebih dari 1 Trilyun itu. Padahal di jaman Orba dulu Pius adalah representasi perjuangan anak muda yang menuntut keadilan. Apa boleh buat. Jabatan dan kedudukan memang bisa membuat idealisme luntur. Bahkan berbalik 180 derajat. Masih banyak contoh-contoh ‘Pius’ yang lain. Bahkan banyak sekali.  Ternyata pada akhirnya perjuangan mereka ketika menjadi rakyat yang tertindas tidak membekas sama sekali pada saat mereka telah mempunyai kedudukan yang mapan.
Sebenarnya berapa persen jumlah wakil rakyat yang betul-betul berjuang untuk rakyat? Sudah saatnya para ahli independen bisa mengadakan penelitian untuk bisa menilai kinerja para wakil rakyat. Penilaian mestinya per individu, bukan partai. Bukankah mereka menjadi wakil rakyat juga karena dipilih langsung oleh rakyat? Ini penting supaya para wakil rakyat juga menjadi wakil rakyat karena suara hatinya. Bukan karena partainya. Biarlah partai hanyalah kendaraan politiknya saja. Setelah menjadi wakil rakyat mereka seharusnya adalah benar-benar mewakili rakyat. Toh pada akhirnya citra partai juga akan terbangun bila kinerja mereka baik. Ah….saya tidak tahu apakah jalan pemikiran ini bisa diterima. Saya tidak faham dengan aturan-aturan anggota DPR. Tapi mungkin keinginan sederhana ini bisa mewakili rakyat awam yang awam politik juga. Demi Tuhan, kondisi wakil rakyat kita sungguh memprihatinkan.
Kita tak punya harapan apapun bahwa mereka para wakil rakyat akan mendengarkan aspirasi kita. Kasus Lapindo adalah contoh, bagaimana gamblangnya rakyat begitu dinistakan. Melihat cara para wakil rakyat bersidang juga sungguh sebuah tontonan yang memuakkan. Kita tentu masih ingat bagaimana ketika mereka bersidang tentang kasus Century. Tindak tanduk mereka yang disaksikan langsung melalui televisi sungguh membuat miris, menggelikan bahkan mungkin lucu tapi sangat konyol. Kita menjadi sangat malu menjadi bagian dari rakyat Indonesia. Dari kecil kita sekolah. Selalu diajarkan kepada kita bahwa kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai sopan santun. Bangsa yang ramah. Tapi tak secuilpun gambaran itu nampak di wakil rakyat kita.
Kita juga masih ingat kasus Roy Suryo bagaimana tingkah beliau didalam maupun diluar gedung. Didalam gedung pernah tertangkap kamera  kelakuannya yang tidak pantas. Diliuar gedung baru sekitar dua pekan lalu juga bikin ulah soal kursi pesawat.  Dalam kasus Arifinto ini Roy Suryo yang notabene juga pernah terekam kamera wartawan ikut berkomentar bahwa apa Arifinto sengaja menonton video. Tentu dengan analisa seorang pakar telematika.
Di masyarakat kota Solo dimana saya tinggal, tingkah polah para elite politik ini sudah menajdi ‘rasanan’ atau bahan ‘ngerumpi’ di warung angkringan atau HIK. Sambil menikmati minum atau  wedangan selepas lelah mencari nafkah seharian, kita bisa mengobrol apa saja. Sejak menguaknya kasus Arifinto, kasus Citibank dengan Melinda-nya jadi bergeser. Tapi apa boleh buat, rakyat kebanyakan hanya bisa menuangkan rasa kesalnya di angkringan. Tapi setidaknya kita ada saluran untuk mengekpresikan rasa kesal kita.
Kemarin sore disebuah siaran televisi secara tidak sengaja saya menonton pernyataan Tifatul Sembiring. Tifatul seperti kebanyakan wakil rakyat yang lain kalau ngomong memang menggelikan. Kalau saja saya kaya dan mampu membeli pesawat TV baru, pasti TV dirumah sudah saya lempari batu. Bayangkan dengan santainya dia ngomong bahwa Arifinto adalah korban. Dan akan mengusut darimana video porno itu berasal.  Rasanya tercekak tenggorokan saya mendengarnya.  Orang waras mana yang tidak geli mendengar pernyataan seorang Menteri seperti itu. Tapi, ya sudahlah. Bisa-bisa kita yang gila jika terlalu serius memikirkannya. Seperti juga Tifatul, saya juga punya pendapat. Memangnya di negeri ini cuma Menteri yang boleh ngomong?.  Bahwa yang paling pantas disalahkan dalan kasus Arifinto adalah Iwan Fals. Karena Iwan Fals hanya meminta wakil rakyat nggak tidur…….Iwan nggak pernah jelas berpesan kalau nggak tidur terus ngapain.  Bukan begitu Bang Iwan? Hehehe………sory nih Bang Iwan!!(kompasiana/didieyusat)

0 komentar:

Posting Komentar

Pintar pajak dengan blog, share pajak di sini aja ya www.humaspajak.co.cc